Friday, June 5, 2015

makalah farmakologi



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirt Tuhan Yang maha Esa karena atas RahmatNya lah kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah demi memenuhi tugas farmakologi yang telah dosen percayakan kepada kami.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga jika ada kritik dan saran yang dapat membangun dalam penulisan makalah sangat kami harapkan.





                                                        Yogyakarta, 10 April 2015




                                                                        Penulis

















BAB I
PENDAHULUAN
I.    Latar belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Kematian ibu dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya karena anemia. Penelitian Chi, dkk menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia.
Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.
1.      Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi. Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992, bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia  gizi.
2.      Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Dengan frekuensi yang masih cukup tinggi, berkisar antara 10% dan 20%.
            Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75%, serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. 1,3% Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang berkembang daripada negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau sekitar 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara yang sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang. Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 40,1% (SKRT 2001). Lautan J dkk (2001) melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II didapati 23 (74%) menderita anemia, dan 13 (42%) menderita kekurangan besi. Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi zat besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya perhatian yang cukup terhadap masalah ini.
                                                                                                                                               
2. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui apa pengertian anemia.
Mahasiswa dapat mengetahui gejala-gejala anemia karena defisiensi besi pada   ibu hamil.
 Mahasiswa dapat mengetahui terapi yang aman dan tidak berbahaya untuk ibu hamil.
3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi Mahasiswa dalam penanggulangan masalah anemia karena defisiensi zat besi di Indonesia.
Makalah ini diharapkan mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan serta menjadi salah satu bacaan yang bermanfaat.
Memperluas wawasan dan pengetahuan tentang kesehatan masyarakat khususnya masalah anemia karena defisiensi zat besi.











BAB II
PEMBAHASAN
I.       Pengertian
            Anemia adalah suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (hemoglobin atau Hb) di bawah nilai normal.
 Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit.
Anemia defisiensi zat besi pada kehamilan merupakan problema kesehatan yang dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang. Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Menurut WHO 40% kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.
            Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.       
            Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% . Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Berdasarkan ketetapan WHO, anemia ibu hamil adalah bila Hb kurang dari 11 gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II. Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah, bahkan murah.     
            Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada  sebagian besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas alasan tersebut, Centers for Disease Control mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua.
            Penurunan sedang kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan pada wanita sehat yang tidak mengalami defisiensi besi atau folat disebabkan oleh penambah volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua. Istilah anemia fisiologis yang telah lama digunakan untuk menerangkan proses ini kurang tepat dan seyogyanya ditinggalkan. Pada kehamilan tahap selanjutnya, ekspansi plasma pada dasarnya berhenti sementara massa hemoglobin terus meningkat.
            Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.


II. Penyebab Anemia pada Umumnya adalah sebagai berikut:
1.      Kurang gizi (malnutrisi)
2.      Kurang zat besi dalam diit
3.      Malabsorpsi
4.      Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5.      Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain.
III. Gejala Anemia pada Ibu Hamil:
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
Gejala klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular,lesu,lemah,lelah,disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.
Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada kriteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (≥11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11,28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7,63 mg/dl dan tertinggi 14,00 mg/dl.  Dampak anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen.
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemia tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia,atonia,partus lama,perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian peri­natal, dan lain-lain).  

IV.  Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:
1.       Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Pengobatannya yaitu pemberian tablet besi pada wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi. Ada beberapa cara pemberian tablet besi,sebagai berikut:
a.      Terapi Oral
Terapi oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr% / bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia.
b.      Terapi Parenteral
Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua. Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% .
Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda.  Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Hb 11 gr%        : Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr%     : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8 gr%     : Anemia sedang
4. Hb < 7 gr%        : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan   Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil.
2.      Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya:
a. Asam folik 15 – 30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 x 1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3 x 1 tablet per hari
     d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat   diberikan      transfusi darah.                      
3. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan fungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
4. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya.
Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.

       Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.
V. Golongan Obat Anemia pada Ibu Hamil
1.       TABLET BESI ( fe )
Zat besi merupakan mineral yang di perlukan oleh semua sistem biologi di dalam tubuh. Besi di butuhkan untuk produksi hemoglobin ( hb ), sehingga defisiensi fe akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan hb yang rendah dan menimbulkan anemia hipokronik mikrositik.
a.      Indikasi
Sediaan fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan anemia defisiansi fe penggunakan diluar indikasi ini, cenderung menyebabkan penyakit penimbunan besi dan keracunan besi. Anemia defisiensi  fe paling sering disebabkan oleh kehilangan darah. Selain itu, dapat pula terjadi misalnya pada wanita hamil ( terutama multipara ) dan pada masa pertumbuhan, karena kebutuhan yang meningkat. Banyak anemia yang mirip anemia defisiensi fe. Sebagai pegangan untuk diagnostik dalam hal ini ialah, bahwa pada anemia defisiensi fe dapat terlihat granula berwarna kuning emas di dalam sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang.
b.      Dosis
         Diminum sesudah makan malam atau menjelang tidur
         Hindari minum dengan air teh, kopi dan susu karena dapat menganggu proses penyerapan.
         Hendaknya meminum dengan vitamin c misalnya dengan air jeruk
         Segera minum pil setelah rasa mual, muntah menghilang
c.       Efek samping
Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah fe yang dapat larut dan yang diabsorpsi pada tiap pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung (± 7-20% ), konstipasi (± 10% ), diare (± 5% ) dan kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat di kurangi  dengan mengurangi  dosis atau dengan cara ini diabsorpsi  dapat berkurang. Perlu diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada pasien. Pemberian fe secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada  tempat suntikan  yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibanding IV , selain itu dapat pula terjadi reaksi sistemik yaitu pada 0,5-0,8% kasus. Reaksi yang dapt terjadi dalam 10 menit setelah suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardia, flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps sirkulasi, sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam ½-24 jam setelah suntikan misalnya sinkop, demam, menggigil, rash, urtikaria,  nyeri dada, sering terjadi pada pemberian IV, demikian  pula syok atau henti jantung.
                                                                                                                                        
2.      VITAMIN B12 (Sianokobalamin)
a.    Indikasi          
               Anemia megaloblastik, pasca pembedahan lambung total dan pemotongan usus, defisiensi vitamin B12.
b. Dosis
      Per oral: untuk defisiensi B12 karena faktor asupan makanan: dewasa 50-150 mikrogram atau lebih, anak 50-105 mikrogram sehari, 1-3x/hari
         Injeksi intramuskular: dosis awal 1mg, diulang 10x dengan interval 2-3 hari. Dosis rumatan 1 mg per bulan.
Sediaan: tablet 50 mikrogram, liquid 35 microgram/5 ml, injeksi 1 mg/ml.
3.       ASAM FOLAT
Asam folat ( asam pteroilmonoglutamat, pmGA ) terdiri atas bagian-bagian pteridin, asam paraaminobenzoat dan asam glutamat. Dari penelitian
Folat terdapat dalam hampir setiap jenis makanan dengan kadar tertinggi dalam hati, ragi dan daun hijau yang segar. Folat mudah rusak dengan pengolahan ( pemasakan ) makanan.
a.       Indikasi
Kebutuhan asam folat meningkat pada wanita hamil, dan dapat menyebabkan defisiensi  asam folat bila tidak atau kurang mendapatkan asupan asam folat dari makanannya. Ada hubungan kuat  antara defisiensi  asam folat pada ibu dengan insisens defek  neural tube, seperti sapina bifida dan anensefalus, pada bayi yang dilahirkan. Wanita hamil membutuhkan sekurang-kurangnya 500 mg asam folat per hari suplementasi asam folat di butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, untuk mengurangi insidens defek neuran tube.Efek toksik pada penggunaan  folat untuk manusia hingga sekarang belum pernah dilaporkan terjadi. Sedangkan pada tikus, dosis tinggi dapat menyebabkan pengendapan kristal asam folat dalam tubuli ginjal. Dosis 15 mg pada manusia masih belum menimbulkan efek toksik.
b.      Dosis
Yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi yang ada. Umumnya folat diberikan per oral, tetapi bila keadaan tidak memungkinkan, folat diberikan secar IM atau SK. Untuk tujuan diagnostik digunakan dosis 0,1 mg per oral selam 10 hari yang hanya menimbulkan respons hematologik pada pasien defisiensi  folat. Hal ini membedakannya dengan defisiensi vitamin B12 yang baru memberikan respons hematologik dengan dosis 0,2 mg per hari atau lebih.

OBAT-OBAT LAIN
 RIBOFLAVIN
Berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavo-protein dalam pernafasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin dapat memperbaiki anemia normokromik-normo-sitik. Anemia defisiensi riboflavin banyak terdapat pada malnutrisi protein-kalori, dimana ternyata faktor defisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan pula. Dosis yang digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.
 PIRIDOKSIN
Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan Heme. Defesiensi  piridoksin akan menimbulkan  anemia mikrositik hipokromok.pada sebagian besar pasien akan terjadi anemia normoblastik sideroakrestik dengan jumlah Fe non hemoglobin yang banyak dalam precursor eritrosit, dan pada beberapa pasien terdapat anemia Megaloblastik.Pada keadaan ini arbsorbsi Fe meningkat, Fe-binding protein menjadi jenuh dan terjadi hiperperemia, sedangkan daya rergenerasi  darah menurun.Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.

  KOBAL
Kobal dapat meningkatkan jumlah hemotokrit, hemoglobin dan eritrosit pada beberepa pasien dengan anemia refrakter, seperti yang terdapat pada pasien talasimea, infeksi kronik atau penyakit ginjal,tetapi mekanisme yang pasti tidak diketaui. Kobal merangsang pembentukan eritropoietin yang berguna untuk meningkatkan pengambilan Fe dalam sumsum tulang, tetapi ternyata pada pasien anemia refrakter kadar eritropoietin  sudah tinggi.Penyelidikan lain mendapatkan bahwa Kobal menyebabkan Hipoksia intrasel sehingga dapat merangsang pembentukan eritrosit.Sebaliknya, Kobal dalam dosis besar justru menekan pembentukan eritrosit.

      IRON DEXTRAN ( imferon )
Mengandung 50 mg fe setiap mL (larutan 5%) untuk penggunaan IM atau IV. Respons terapeutik terhadap suntikan IM ini tidak lebih cepat dari pada pemberian oral. Dosis  total yang diperlukan dihitung berdasarkan beratnya anemia, yaitu 250 mg fe untuk setiap gram kekurangan hb. Pada hari pertama disuntukkan 50 mg, dilanjutkan dengan 100-250 mg setiap hari atu beberapa hari sekali. Penyuntikan dilakukan pada kuadran atas luar m. Gluteus dan secara dalam untuk menghindari pewarnaan kulit.
a.       Dosis
Untuk memperkecil reaksi toksin pada pemberian IV, Dosis permulaan tidak boleh melebihi 25 mg, dan di ikuti dengan peningkatan bertahan untuk 2-3 hari tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus di berikan perlahan-lahan yaitu dengan menyuntikkan 25-50 mg/ menit.
b.      Efek samping 
a)       reaksi alergi seperti ruam kulit , gatal atau gatal-gatal , pembengkakan wajah, bibir, atau lidah.
b)       bibir biru, kuku, atau kulit.
c)       gangguan pernapasan.
d)       perubahan tekanan darah.
e)       nyeri dada.
f)        takikardi.
g)       perasaan pusing, atau jatuh pingsan.
h)       demam atau kedinginan.
i)         nyeri otot atau nyeri sendi.
j)        nyeri, kesemutan, mati rasa di tangan atau kaki.
k)       kejang.
Efek samping yang biasanya tidak memerlukan perhatian medis (laporkan ke dokter atau ahli kesehatan jika gejala menetap atau mengganggu):
a)       diare
b)       sakit kepala
c)       iritasi didaerah suntikan
d)       mual, muntah
e)       sakit perut

         ADFER
a. Indikasi
Anemia yang disebabkan kekurangan Fe, anemia akibat traumatik atau anemia endogenik, anemia akibat perdarahan selama masa pertumbuhan, usia lanjut & masa penyembuhan, kehamilan, menyusui, anemia yang disebabkan malnutrisi
 b. efek samping
   Gangguan saluran pencernaan.
  c. dosis
   Dosis awal 1-2 kapsul sehari.



         ARTOFERUM 
a. Indikasi
Anemia (kekurangan zat besi) & sebagai sebuah pencegahan, pengobatan, dan sumber     vitamin dan mineral bagi negara-negara kekurangan.

         DASABION KAPSUL
            a.indikasi        
- Segala macam anemia
-Pada masa kehamilan
            b. Efek samping
             Nyeri pada saluran pencernaan disertai mual,muntah dan diare. Pemberian secara     terus menerus dapat menyebabkan konstipasi.
         EMINETON
            a.  Indikasi
              Untuk membantu mengurangi gejala anemia karena kekurangan zat besi.
            b.Efek samping
Pemakaian EMINETON secara berlebihan dapat menyebabkan gangguan gastroenterik seperti diare atau gastritis, mual dan muntah.
c.Peringatan dan perhatian
Ada kemungkinan timbul faeces berwarna hitam setelah makan obat ini.
            d.Dosis dan cara pemakaian :
            Dewasa    : 1-2 tablet/hari pada waktu atau sesudah makan
           Anak-anak : 1 tablet/hari pada waktu atau sesudah makan





         ETABION
a.Indikasi
            Untuk mencegah dan mengobati kekurangan Vitamin dan mineral seperti     kekurangan darah (anemia) dan membantu pembentukan darah.
         
b.Dosis
Sehari 1 kapsul pada waktu atau sesudah makan, sesuai petunjuk dokter

         FERCEE Kapsul
         a.Indikasi
         Penyakit kurang darah, yang esensial dan sekunder yang disebabkan oleh kekurangan zat besi,penyakit kurang darah yang disebabakan oleh pendarahan,masa akil balik,masa hamil,dan pada anak-anak.
b.Dosis
                Kecuali bila dianjurkan lain oleh dokter, satu kapsul tiap hari sesudah makan pagi - bila perlu dapat sampai 2 kapsul tiap hari.
d.Efek samping
               Reaksi sensitivitas dan gangguan saluran pencernaan dapat terjadi.








VI. Beberapa Vitamin / Mineral yang dibutuhkan saat Hamil.
           Perempuan hamil, tentunya membutuhkan kalori yang ekstra dibandingkan perempuan tidak hamil, sebab membutuhkan tambahan kalori untuk pertumbuhan bayi dan perangkat tambahan lainnya dalam  system keesimbangan kehamilan, misalnya plasenta, dan sel plasma darah.
Vitamin merupakan suatu molekul organic yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin-itamin tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang sangat cukup, oleh karena itu harus diperoleh dari bahan panganan yang dikonsumsi.
Vitamin berdasarkan kelarutannya, terbagi menjadi :
1.Vitamin yang larut dalam air
Vitamin B
Secara umum, golongan vitamin B berperan penting dalam metabolisme di dalam tubuh, terutama dalam hal pelepasan energi saat beraktivitas. Hal ini terkait dengan peranannya di dalam tubuh, yaitu sebagai senyawa koenzim yang dapat meningkatkan laju reaksi metabolisme tubuh terhadap berbagai jenis sumber energi. Beberapa jenis vitamin yang tergolong dalam kelompok vitamin B ini juga berperan dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit).
  Vitamin B1 (Thiamin)
  Vitamin B2 (Riboflavin)
  Vitamin B3 (Niacin)
  Vitamin B5 (asam pantotenat)
  Vitamin B6(Piridoksin, piridoksal, piridoksamin)
  Vitamin B8 (biotin)
  Vitamin B9 (folasin, asam folat, asam pteroilglutamat)
  Vitamin B12 (Kobalamin)
Vitamin C (asam askorbat)
              Vitamin C (asam askorbat) banyak memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh kita. Di dalam tubuh, vitamin C juga berperan sebagai senyawa pembentuk kolagen yang merupakan protein penting penyusun jaringankulit, sendi, tulang, dan jaringan penyokong lainnya.
        Vitamin C merupakan senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan kita. Terkait dengan sifatnya yang mampu menangkal radikal bebas, vitamin C dapat membantu menurunkan laju mutasi dalam tubuh sehingga risiko timbulnya berbagai penyakit degenaratif, seperti kanker, dapat diturunkan.
        Selain itu, vitamin C berperan dalam menjaga bentuk dan struktur dari berbagai jaringan di dalam tubuh, seperti otot. Vitamin ini juga berperan dalam penutupan luka saat terjadi pendarahan dan memberikan perlindungan lebih dari infeksi mikroorganisme patogen. Melalui mekanisme inilah vitamin C berperan dalam menjaga kebugaran tubuh dan membantu mencegah berbagai jenis penyakit.
2. Vitamin yang larut dalam lemak
Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E dan K. Untuk beberapa hal, vitamin ini berbeda dari vitamin yang larut dalam air. Vitamin ini terdapat dalam lemak dan bagian berminyak dari makanan. Vitamin ini hanya dicerna oleh empedu karena tidak larut dalam air. Bagian berikut memberikan gambaran terperinci dari setiap vitamin jenis ini.
  Vitamin A
Vitamin A, yang juga dikenal dengan nama retinol, merupakan vitamin yang berperan dalam pembentukkan indra penglihatan yang baik, terutama di malam hari, dan sebagai salah satu komponen penyusun pigmenmata di retina. Selain itu, vitamin ini juga berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan imunitas tubuh. Vitamin ini bersifat mudah rusak oleh paparan panas, cahaya matahari, dan udara.
  Vitamin D
Vitamin D juga merupakan salah satu jenis vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, antara lain ikan, telur, susu, serta produk olahannya, seperti keju. Bagian tubuh yang paling banyak dipengaruhi oleh vitamin ini adalah tulang. Vitamin D ini dapat membantu metabolisme kalsium dan mineralisasi tulang. Sel kulit akan segera memproduksi vitamin D saat terkena cahaya matahari (sinar ultraviolet).
  Vitamin E
Vitamin K banyak berperan dalam pembentukan sistem peredaran darah yang baik dan penutupan luka.Defisiensi vitamin ini akan berakibat pada pendarahan di dalam tubuh dan kesulitan pembekuan darah saat terjadi luka atau pendarahan.Selain itu, vitamin K juga berperan sebagai kofaktorenzim untuk mengkatalis reaksi karboksilasiasam aminoasam glutamat.

B.MINERAL
a. Pengertian
            Mineral merupakan suatu zat organik yang terdapat dalam kehidupan alam maupun dalam makhluk hidup. Di alam, mineral merupakan unsur penting dalam tanah, bebatuan, air dan udara. Sekitar 50% mineral tubuh terdiri atas kalsium, 25% fosfor, dan 25% lainnya terdiri atas mineral lain.
            Perilaku mineral sering dipengaruhi oleh adanya kandungan makanan lain. Penyerapan mineral diturunkan oleh serat dan perilaku besi, seng, dan kalsium menunjukkan bahwa antaraksi terjadi dengan fitat. Fitat dapat membentuk senyawa kompleks yang tidak larut dengan besi dan seng yang dapat mengganggu penyerapan kalsium dengan menimbulkan pengikisan pada protein pengikat kalsium dan usus.
Mineral dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan jumlah yang diperlukan oleh tubuh, antara lain:
a. Makromineral (Kalsium, Fosfor, Magnesium, Natrium, Kalium, Klorida dan   Sulfur).
b. Mikromineral (Zat besi, Seng, Tembaga dan Florida).
c.Ultrace mineral diperlukan dalam jumlah yang sangat kecil (Yodium, Selenium, Mangan,Kronium, Molibdenim, Baron dan Kobalt).
            Mineral terdapat dalam makanan maupun dalam tubuh terutama dalam bentuk ion yang dapat bermuatan positif/negative. Selain itu juga dapat merupakan bagian dari senyawa organik yang berperan dalam metabolisme tubuh.
            Selain dari makanan alami, mineral juga dapat diperoleh dalam suplemen atau pil. Suplementasi mineral dapat dikonsumsi bila kebutuhan dari makanan tidak dapat terpenuhi. Di daerah pegunungan dengan kandungan yodium yang rendah pada tanah dan airnya, sementara bahan makanan sumber seperti ikan laut sulit didapat, maka dianjurkan untuk mengkonsumsi garam beryodium untuk menghindari efek yang tidak diinginkan dari kekurangan yodium jangka panjang.
            Sedangkan pada wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi bahan makanan sumber kalsium di atas kebutuhan normal, selain untuk pertumbuhan bayi yang dikandungnya, juga untuk menghindari berkurangnya kepadatan massa tulang dan gigi. Pada tubuh yang mengalami infeksi sering dibutuhkan mineral seng yang lebih tinggi dari normal untuk mengoptimalkan sistem kekebalan tubuh serta mineral selenium untuk membantu menetralkan radikal bebas yang terbentuk lebih banyak pada infeksi.

VI. Dampak Anemia pada Kehamilan dapat digolongkan menjadi :
         Bahaya selama kehamilan:
1.      Dapat terjadi abortus.
2.      Persalinan premature.
3.      Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim.
4.      Mudah terjadi infeksi
5.      Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
6.      Mola hidatidosa
7.      Hiperemesis gravidarum
8.      Perdarahan antepartum
9.      Ketuban pecah dini (KPD)

         Bahaya saat persalinan:
1.      Gangguan his-kekuatan mengejan.
2.      Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar.
3.      Kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan.                                                       
4.      Kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum akibat atonia uteri.
5.      Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.
         Bahaya saat kala nifas:
1.      Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum.
2.      Memudahkan infeksi puerperium.
3.      Pengeluaran ASI berkurang
4.      Dekompensasi kosrdis mendadak setelah persalinan.
5.      Anemia kala nifas
6.      Mudah terjadi infeksi mamae.
         Bahaya terhadap janin.
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai nutrisi dari ibunya dengan adanya anemia kemampuan metabolisme tubuh akan berkurang sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim akan terganggu. Beberapa akibat antara lain:
1.      Abortus
2.      Kematian intar uteri
3.      Persalinan prematuritas tinggi
4.      Berat badan lahir rendah
5.      Kelahiran dengan anemia
6.      Dapat terjadi cacat bawaan
7.      Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal
8.      Intelegensia rendah.
VII.Penatalaksanaan Anemia pada Kehamilan
            Tujuan terapi adalah koreksi defisit massa hemoglobin dan akhirnya pemulihan cadangan besi. Kedua tujuan ini dapat dicapai dengan senyawa besi sederhana ferro sulfat, fumarat, atau glukonat per oral yang mengandung dosis harian sekitar 200 mg besi elemental. Apabila wanita yang bersangkutan tidak dapat atau tidak mau mengkonsumsi preparat besi oral, ia diberi terapi parental. Untuk mengganti simpanan besi, terapi oral harus dilanjutkan selama 3 bulan atau lebih setelah anemia teratasi. Transfusi sel darah merah atau darah lengkap jarang diindikasi untuk mengobati anemia defisiensi besi kecuali apabila juga
terdapat hipovolemia akibat perdarahan atau harus dilakukan suatu tindakan bedah darurat pada wanita dengan anemia berat.





BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian bayi.
Golongan obat aniemia,vitamin, dan mineral sangat diperlukan khusunya pada ibu yang sedang hamil,sanggat di anjurkan untuk ibu hamil yang memnyai resiko khusu nya anemi unt mengkonsumsi obat-obatan yang telah disediakan sesuai kebutuhan pada ibu hamil tersbut.
2. Saran
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi teman- teman khusu nya teman-teman prodi D4-BIDAN PENDIDIK serta  yang membacanya.

No comments:

Post a Comment