KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur kehadirt Tuhan Yang maha Esa karena atas RahmatNya lah kelompok kami
dapat menyelesaikan tugas makalah demi memenuhi tugas farmakologi yang telah
dosen percayakan kepada kami.
Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga jika ada kritik
dan saran yang dapat membangun dalam penulisan makalah sangat kami harapkan.
Yogyakarta,
10 April 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar
belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan
salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Kematian
ibu dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya karena anemia. Penelitian
Chi, dkk menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang
anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara
langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia.
Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan
meningkatnya kesakitan ibu.
1.
Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu
hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi
pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi. Hal ini juga
diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992, bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia
menderita anemia gizi.
2.
Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia
dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Dengan frekuensi yang masih cukup
tinggi, berkisar antara 10% dan 20%.
Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa
prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75%, serta
semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. 1,3% Anemia
defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang
berkembang daripada negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau
sekitar 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara yang
sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara
maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi
1200 juta orang. Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi
yaitu sekitar 40,1% (SKRT 2001). Lautan J dkk (2001) melaporkan dari 31 orang
wanita hamil pada trimester II didapati 23 (74%) menderita anemia, dan 13 (42%)
menderita kekurangan besi. Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia
defisiensi zat besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya
perhatian yang cukup terhadap masalah ini.
2. Tujuan
Mahasiswa
dapat mengetahui apa pengertian anemia.
Mahasiswa
dapat mengetahui gejala-gejala anemia karena defisiensi besi pada
ibu hamil.
Mahasiswa dapat mengetahui terapi yang aman
dan tidak berbahaya untuk ibu hamil.
3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi Mahasiswa
dalam penanggulangan masalah anemia karena defisiensi zat besi di Indonesia.
Makalah ini
diharapkan mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan serta menjadi salah satu
bacaan yang bermanfaat.
Memperluas
wawasan dan pengetahuan tentang kesehatan masyarakat khususnya masalah anemia
karena defisiensi zat besi.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan
jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, lebih sering
disebut kurang darah, kadar sel darah merah (hemoglobin atau Hb) di bawah nilai
normal.
Penyebabnya bisa karena
kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan
vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat
besi.
Anemia defisiensi besi adalah anemia
yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat
besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel
darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan
jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding
Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat
yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan
protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut maupun
kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa
pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit.
Anemia defisiensi zat besi pada
kehamilan merupakan problema kesehatan yang dialami oleh wanita diseluruh dunia
terutama dinegara berkembang. Badan kesehatan dunia (World Health
Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami
defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan
pertambahan usia kehamilan. Menurut WHO 40% kematian ibu dinegara berkembang
berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan
disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang
keduanya saling berinteraksi.
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan
sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara.
Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan
maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun
sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi
yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan
peningkatan sekresi aldesteron.
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang
dari 12 gr% . Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi
hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan
atau masa nifas. Berdasarkan ketetapan WHO, anemia ibu hamil adalah bila Hb
kurang dari 11 gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan
kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5
gr% pada trimester II. Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan
zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah, bahkan
murah.
Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal
kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian
besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas
alasan tersebut, Centers for Disease Control mendefinisikan anemia sebagai
kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan
kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua.
Penurunan sedang kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan pada wanita
sehat yang tidak mengalami defisiensi besi atau folat disebabkan oleh penambah
volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan
volume sel darah merah. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma
dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada
trimester kedua. Istilah anemia fisiologis yang telah lama digunakan untuk
menerangkan proses ini kurang tepat dan seyogyanya ditinggalkan. Pada kehamilan
tahap selanjutnya, ekspansi plasma pada dasarnya berhenti sementara massa
hemoglobin terus meningkat.
Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya
plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai
berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah
dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya
dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah
ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya
kehamilan.
II. Penyebab Anemia pada Umumnya adalah sebagai
berikut:
1.
Kurang gizi (malnutrisi)
2.
Kurang zat besi dalam diit
3.
Malabsorpsi
4.
Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5.
Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain.
III. Gejala Anemia pada Ibu Hamil:
Gejala anemia pada kehamilan yaitu
ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah
luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia
parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
Gejala klinis dari anemia defisiensi
besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala
penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama
dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing,
palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem
neurumuskular,lesu,lemah,lelah,disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada
umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka
gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.
Nilai ambang batas yang digunakan
untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada kriteria WHO tahun
1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (≥11 gr/dl), anemia ringan
(8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil
pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar
11,28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7,63 mg/dl dan tertinggi 14,00 mg/dl.
Dampak anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil Anemia pada ibu hamil bukan
tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya angka kematian ibu berkaitan erat
dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena
sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen.
Pada wanita hamil, anemia
meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko
kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka
kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan
postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering
berakibat fatal, sebab wanita yang anemia tidak dapat mentolerir kehilangan
darah. Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan
hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus
imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia,atonia,partus
lama,perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya
tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan
pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan
lain-lain).
IV. Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar
(1998), adalah sebagai berikut:
1. Anemia
Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi
akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Pengobatannya yaitu pemberian tablet besi pada wanita
hamil, tidak hamil dan dalam laktasi. Ada beberapa cara pemberian tablet
besi,sebagai berikut:
a.
Terapi Oral
Terapi oral adalah dengan memberikan
preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian
preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr% / bulan. Saat ini
program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat
untuk profilaksis anemia.
b.
Terapi Parenteral
Terapi parenteral baru diperlukan
apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan adanya gangguan
penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua. Pemberian
preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena
atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr%
.
Untuk
menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil
anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang
dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan
Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali
selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli
dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Hb 11 gr%
: Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8 gr% : Anemia
sedang
4. Hb < 7 gr%
: Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil
yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg
diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk
meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan
dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori
akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan
2500 kalori akan Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu
hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi
masih kekurangan untuk wanita hamil.
2. Anemia
Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan
oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya:
a. Asam folik 15 – 30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 x 1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3 x 1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga
dapat diberikan
transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik adalah anemia
yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru.
Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah
tepi lengkap, pemeriksaan fungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
4. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan
penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya.
Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan
gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi
kelainan pada organ-organ vital.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya.
Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat
penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi
hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.
V. Golongan Obat Anemia pada Ibu Hamil
1.
TABLET BESI ( fe )
Zat besi
merupakan mineral yang di perlukan oleh semua sistem biologi di dalam
tubuh. Besi di butuhkan untuk produksi hemoglobin ( hb ), sehingga defisiensi
fe akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan
kandungan hb yang rendah dan menimbulkan anemia hipokronik mikrositik.
a.
Indikasi
Sediaan fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan
pengobatan anemia defisiansi fe penggunakan diluar indikasi ini, cenderung
menyebabkan penyakit penimbunan besi dan keracunan besi. Anemia
defisiensi fe paling sering disebabkan oleh kehilangan darah. Selain itu,
dapat pula terjadi misalnya pada wanita hamil ( terutama multipara ) dan pada
masa pertumbuhan, karena kebutuhan yang meningkat. Banyak anemia yang mirip
anemia defisiensi fe. Sebagai pegangan untuk diagnostik dalam hal ini ialah,
bahwa pada anemia defisiensi fe dapat terlihat granula berwarna kuning emas di
dalam sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang.
b.
Dosis
Diminum
sesudah makan malam atau menjelang tidur
Hindari
minum dengan air teh, kopi dan susu karena dapat menganggu proses penyerapan.
Hendaknya
meminum dengan vitamin c misalnya dengan air jeruk
Segera minum
pil setelah rasa mual, muntah menghilang
c.
Efek samping
Efek samping yang paling sering timbul berupa
intoleransi terhadap sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah fe
yang dapat larut dan yang diabsorpsi pada tiap pemberian. Gejala yang timbul
dapat berupa mual dan nyeri lambung (± 7-20% ), konstipasi (± 10% ), diare (±
5% ) dan kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat di kurangi dengan
mengurangi dosis atau dengan cara ini diabsorpsi dapat berkurang.
Perlu diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada
pasien. Pemberian fe secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat
suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan,
peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih
sering terjadi pada pemakaian IM dibanding IV , selain itu dapat pula terjadi
reaksi sistemik yaitu pada 0,5-0,8% kasus. Reaksi yang dapt terjadi dalam 10
menit setelah suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis,
takikardia, flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi,
pusing dan kolaps sirkulasi, sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam
½-24 jam setelah suntikan misalnya sinkop, demam, menggigil, rash,
urtikaria, nyeri dada, sering terjadi pada pemberian IV, demikian
pula syok atau henti jantung.
2.
VITAMIN B12 (Sianokobalamin)
a.
Indikasi
Anemia megaloblastik, pasca pembedahan lambung total dan pemotongan usus,
defisiensi vitamin B12.
b. Dosis
Per oral:
untuk defisiensi B12 karena faktor asupan makanan: dewasa 50-150 mikrogram atau
lebih, anak 50-105 mikrogram sehari, 1-3x/hari
Injeksi
intramuskular: dosis awal 1mg, diulang 10x dengan interval 2-3 hari. Dosis
rumatan 1 mg per bulan.
Sediaan:
tablet 50 mikrogram, liquid 35 microgram/5 ml, injeksi 1 mg/ml.
3.
ASAM FOLAT
Asam folat ( asam
pteroilmonoglutamat, pmGA ) terdiri atas bagian-bagian pteridin, asam
paraaminobenzoat dan asam glutamat. Dari penelitian
Folat terdapat dalam hampir setiap jenis makanan
dengan kadar tertinggi dalam hati, ragi dan daun hijau yang segar. Folat mudah
rusak dengan pengolahan ( pemasakan ) makanan.
a.
Indikasi
Kebutuhan asam folat meningkat pada wanita hamil, dan
dapat menyebabkan defisiensi asam folat bila tidak atau kurang
mendapatkan asupan asam folat dari makanannya. Ada hubungan kuat antara
defisiensi asam folat pada ibu dengan insisens defek neural tube,
seperti sapina bifida dan anensefalus, pada bayi yang dilahirkan. Wanita hamil
membutuhkan sekurang-kurangnya 500 mg asam folat per hari suplementasi asam
folat di butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, untuk mengurangi insidens
defek neuran tube.Efek toksik pada penggunaan folat untuk manusia hingga
sekarang belum pernah dilaporkan terjadi. Sedangkan pada tikus, dosis tinggi
dapat menyebabkan pengendapan kristal asam folat dalam tubuli ginjal. Dosis 15
mg pada manusia masih belum menimbulkan efek toksik.
b.
Dosis
Yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan
komplikasi yang ada. Umumnya folat diberikan per oral, tetapi bila keadaan
tidak memungkinkan, folat diberikan secar IM atau SK. Untuk tujuan diagnostik
digunakan dosis 0,1 mg per oral selam 10 hari yang hanya menimbulkan respons
hematologik pada pasien defisiensi folat. Hal ini membedakannya dengan
defisiensi vitamin B12 yang baru memberikan respons hematologik dengan dosis
0,2 mg per hari atau lebih.
OBAT-OBAT LAIN
RIBOFLAVIN
Berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme
flavo-protein dalam pernafasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata
riboflavin dapat memperbaiki anemia normokromik-normo-sitik. Anemia defisiensi
riboflavin banyak terdapat pada malnutrisi protein-kalori, dimana ternyata
faktor defisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan pula. Dosis yang
digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.
PIRIDOKSIN
Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang
merangsang pertumbuhan Heme. Defesiensi piridoksin akan menimbulkan
anemia mikrositik hipokromok.pada sebagian besar pasien akan terjadi anemia
normoblastik sideroakrestik dengan jumlah Fe non hemoglobin yang banyak dalam
precursor eritrosit, dan pada beberapa pasien terdapat anemia
Megaloblastik.Pada keadaan ini arbsorbsi Fe meningkat, Fe-binding protein
menjadi jenuh dan terjadi hiperperemia, sedangkan daya rergenerasi darah
menurun.Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.
KOBAL
Kobal dapat meningkatkan jumlah hemotokrit, hemoglobin
dan eritrosit pada beberepa pasien dengan anemia refrakter, seperti yang
terdapat pada pasien talasimea, infeksi kronik atau penyakit ginjal,tetapi
mekanisme yang pasti tidak diketaui. Kobal merangsang pembentukan eritropoietin
yang berguna untuk meningkatkan pengambilan Fe dalam sumsum tulang, tetapi
ternyata pada pasien anemia refrakter kadar eritropoietin sudah
tinggi.Penyelidikan lain mendapatkan bahwa Kobal menyebabkan Hipoksia intrasel
sehingga dapat merangsang pembentukan eritrosit.Sebaliknya, Kobal dalam dosis
besar justru menekan pembentukan eritrosit.
IRON DEXTRAN
( imferon )
Mengandung 50 mg fe setiap mL (larutan 5%) untuk
penggunaan IM atau IV. Respons terapeutik terhadap suntikan IM ini tidak lebih
cepat dari pada pemberian oral. Dosis total yang diperlukan dihitung
berdasarkan beratnya anemia, yaitu 250 mg fe untuk setiap gram kekurangan hb.
Pada hari pertama disuntukkan 50 mg, dilanjutkan dengan 100-250 mg setiap hari
atu beberapa hari sekali. Penyuntikan dilakukan pada kuadran atas luar m.
Gluteus dan secara dalam untuk menghindari pewarnaan kulit.
a.
Dosis
Untuk memperkecil reaksi toksin pada pemberian IV,
Dosis permulaan tidak boleh melebihi 25 mg, dan di ikuti dengan peningkatan
bertahan untuk 2-3 hari tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus di berikan
perlahan-lahan yaitu dengan menyuntikkan 25-50 mg/ menit.
b.
Efek samping
a)
reaksi alergi seperti ruam kulit , gatal
atau gatal-gatal ,
pembengkakan wajah, bibir, atau lidah.
b)
bibir biru, kuku, atau kulit.
c)
gangguan pernapasan.
d)
perubahan tekanan darah.
e)
nyeri dada.
f)
takikardi.
g)
perasaan pusing, atau jatuh pingsan.
h)
demam atau kedinginan.
i)
nyeri otot atau nyeri sendi.
j)
nyeri, kesemutan, mati rasa di tangan atau kaki.
k)
kejang.
Efek samping
yang biasanya tidak memerlukan perhatian medis (laporkan ke dokter atau ahli
kesehatan jika gejala menetap atau mengganggu):
a)
diare
b)
sakit kepala
c)
iritasi didaerah suntikan
d)
mual, muntah
e)
sakit perut
ADFER
a. Indikasi
Anemia yang disebabkan kekurangan Fe, anemia akibat
traumatik atau anemia endogenik, anemia akibat perdarahan selama masa
pertumbuhan, usia lanjut & masa penyembuhan, kehamilan, menyusui, anemia
yang disebabkan malnutrisi
b. efek samping
Gangguan saluran
pencernaan.
c. dosis
Dosis awal
1-2 kapsul sehari.
ARTOFERUM
a. Indikasi
Anemia (kekurangan zat besi) & sebagai sebuah
pencegahan, pengobatan, dan sumber vitamin dan mineral
bagi negara-negara kekurangan.
DASABION KAPSUL
a.indikasi
- Segala macam anemia
-Pada masa kehamilan
b. Efek samping
Nyeri pada saluran pencernaan disertai mual,muntah dan diare. Pemberian
secara terus menerus dapat
menyebabkan konstipasi.
EMINETON
a. Indikasi
Untuk membantu mengurangi gejala anemia karena kekurangan zat besi.
b.Efek samping
Pemakaian EMINETON secara berlebihan dapat menyebabkan
gangguan gastroenterik seperti diare atau gastritis, mual dan muntah.
c.Peringatan dan perhatian
Ada kemungkinan timbul faeces
berwarna hitam setelah makan obat ini.
d.Dosis dan cara pemakaian :
Dewasa
: 1-2 tablet/hari pada waktu atau sesudah makan
Anak-anak : 1 tablet/hari pada waktu atau
sesudah makan
ETABION
a.Indikasi
Untuk mencegah dan mengobati kekurangan Vitamin dan mineral
seperti kekurangan darah (anemia)
dan membantu pembentukan darah.
b.Dosis
Sehari 1 kapsul pada waktu atau
sesudah makan, sesuai petunjuk dokter
|
||||
VI. Beberapa Vitamin / Mineral yang dibutuhkan saat
Hamil.
Perempuan hamil, tentunya
membutuhkan kalori yang ekstra dibandingkan perempuan tidak hamil, sebab
membutuhkan tambahan kalori untuk pertumbuhan bayi dan perangkat tambahan
lainnya dalam system keesimbangan kehamilan, misalnya plasenta, dan sel
plasma darah.
Vitamin merupakan suatu molekul organic yang sangat
diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal.
Vitamin-itamin tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang sangat
cukup, oleh karena itu harus diperoleh dari bahan panganan yang dikonsumsi.
Vitamin
berdasarkan kelarutannya, terbagi menjadi :
1.Vitamin
yang larut dalam air
Vitamin B
Secara umum,
golongan vitamin B berperan penting dalam metabolisme di dalam tubuh, terutama
dalam hal pelepasan energi saat
beraktivitas. Hal ini terkait dengan peranannya di dalam tubuh, yaitu sebagai
senyawa koenzim yang dapat
meningkatkan laju reaksi metabolisme tubuh terhadap berbagai jenis sumber
energi. Beberapa jenis vitamin yang tergolong dalam kelompok vitamin B ini juga
berperan dalam pembentukan sel darah
merah (eritrosit).
Vitamin B1 (Thiamin)
Vitamin B2 (Riboflavin)
Vitamin B3 (Niacin)
Vitamin B6(Piridoksin, piridoksal,
piridoksamin)
Vitamin B8 (biotin)
Vitamin B9 (folasin, asam folat,
asam pteroilglutamat)
Vitamin B12 (Kobalamin)
Vitamin C (asam askorbat) banyak
memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh kita. Di dalam tubuh, vitamin C juga
berperan sebagai senyawa pembentuk kolagen yang merupakan protein penting
penyusun jaringankulit, sendi, tulang,
dan jaringan penyokong lainnya.
Vitamin C merupakan senyawa antioksidan alami yang
dapat menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan kita.
Terkait dengan sifatnya yang mampu menangkal radikal bebas, vitamin C dapat
membantu menurunkan laju mutasi dalam tubuh
sehingga risiko timbulnya berbagai penyakit degenaratif, seperti kanker, dapat
diturunkan.
Selain itu, vitamin C berperan dalam menjaga bentuk dan struktur dari berbagai
jaringan di dalam tubuh, seperti otot. Vitamin
ini juga berperan dalam penutupan luka saat terjadi pendarahan dan memberikan
perlindungan lebih dari infeksi mikroorganisme patogen. Melalui
mekanisme inilah vitamin C berperan dalam menjaga kebugaran tubuh dan membantu
mencegah berbagai jenis penyakit.
2. Vitamin yang larut dalam lemak
Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E dan K. Untuk
beberapa hal, vitamin ini berbeda dari vitamin yang larut dalam air. Vitamin
ini terdapat dalam lemak dan bagian berminyak dari makanan. Vitamin ini hanya
dicerna oleh empedu karena tidak larut dalam air. Bagian berikut memberikan
gambaran terperinci dari setiap vitamin jenis ini.
Vitamin A
Vitamin A, yang juga
dikenal dengan nama retinol, merupakan
vitamin yang berperan dalam pembentukkan indra penglihatan yang baik,
terutama di malam hari, dan sebagai salah satu komponen penyusun pigmenmata di retina. Selain
itu, vitamin ini juga berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan imunitas tubuh. Vitamin ini bersifat mudah
rusak oleh paparan panas, cahaya matahari, dan udara.
Vitamin D
Vitamin D juga
merupakan salah satu jenis vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, antara
lain ikan, telur, susu, serta produk olahannya, seperti keju. Bagian
tubuh yang paling banyak dipengaruhi oleh vitamin ini adalah tulang. Vitamin D
ini dapat membantu metabolisme kalsium dan mineralisasi tulang. Sel kulit akan
segera memproduksi vitamin D saat terkena cahaya matahari (sinar ultraviolet).
Vitamin E
Vitamin K banyak
berperan dalam pembentukan sistem peredaran darah yang baik dan penutupan luka.Defisiensi
vitamin ini akan berakibat pada pendarahan di dalam
tubuh dan kesulitan pembekuan darah saat terjadi luka atau pendarahan.Selain
itu, vitamin K juga berperan sebagai kofaktorenzim untuk
mengkatalis reaksi karboksilasiasam aminoasam glutamat.
B.MINERAL
a. Pengertian
Mineral merupakan suatu zat organik yang terdapat dalam kehidupan alam maupun
dalam makhluk hidup. Di alam, mineral merupakan unsur penting dalam tanah,
bebatuan, air dan udara. Sekitar 50% mineral tubuh terdiri atas kalsium, 25%
fosfor, dan 25% lainnya terdiri atas mineral lain.
Perilaku mineral sering dipengaruhi oleh adanya kandungan makanan lain.
Penyerapan mineral diturunkan oleh serat dan perilaku besi, seng, dan kalsium
menunjukkan bahwa antaraksi terjadi dengan fitat. Fitat dapat membentuk senyawa
kompleks yang tidak larut dengan besi dan seng yang dapat mengganggu penyerapan
kalsium dengan menimbulkan pengikisan pada protein pengikat kalsium dan usus.
Mineral dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan jumlah
yang diperlukan oleh tubuh, antara lain:
a. Makromineral (Kalsium, Fosfor, Magnesium, Natrium,
Kalium, Klorida dan Sulfur).
b. Mikromineral (Zat besi, Seng, Tembaga dan Florida).
c.Ultrace mineral diperlukan dalam jumlah yang sangat
kecil (Yodium, Selenium, Mangan,Kronium, Molibdenim, Baron dan Kobalt).
Mineral terdapat dalam makanan maupun dalam tubuh terutama dalam bentuk ion
yang dapat bermuatan positif/negative. Selain itu juga dapat merupakan bagian
dari senyawa organik yang berperan dalam metabolisme tubuh.
Selain dari makanan alami, mineral juga dapat diperoleh dalam suplemen atau
pil. Suplementasi mineral dapat dikonsumsi bila kebutuhan dari makanan tidak
dapat terpenuhi. Di daerah pegunungan dengan kandungan yodium yang rendah pada
tanah dan airnya, sementara bahan makanan sumber seperti ikan laut sulit
didapat, maka dianjurkan untuk mengkonsumsi garam beryodium untuk menghindari
efek yang tidak diinginkan dari kekurangan yodium jangka panjang.
Sedangkan pada wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi bahan makanan sumber
kalsium di atas kebutuhan normal, selain untuk pertumbuhan bayi yang
dikandungnya, juga untuk menghindari berkurangnya kepadatan massa tulang dan
gigi. Pada tubuh yang mengalami infeksi sering dibutuhkan mineral seng yang
lebih tinggi dari normal untuk mengoptimalkan sistem kekebalan tubuh serta
mineral selenium untuk membantu menetralkan radikal bebas yang terbentuk lebih
banyak pada infeksi.
VI. Dampak Anemia pada Kehamilan dapat digolongkan
menjadi :
Bahaya
selama kehamilan:
1.
Dapat terjadi abortus.
2.
Persalinan premature.
3.
Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim.
4.
Mudah terjadi infeksi
5.
Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
6.
Mola hidatidosa
7.
Hiperemesis gravidarum
8.
Perdarahan antepartum
9.
Ketuban pecah dini (KPD)
Bahaya saat
persalinan:
1.
Gangguan his-kekuatan mengejan.
2.
Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar.
3.
Kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan
tindakan operasi
kebidanan.
4.
Kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum akibat
atonia uteri.
5.
Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.
Bahaya saat
kala nifas:
1.
Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum.
2.
Memudahkan infeksi puerperium.
3.
Pengeluaran ASI berkurang
4.
Dekompensasi kosrdis mendadak setelah persalinan.
5.
Anemia kala nifas
6.
Mudah terjadi infeksi mamae.
Bahaya
terhadap janin.
Sekalipun tampaknya janin mampu
menyerap berbagai nutrisi dari ibunya dengan adanya anemia kemampuan
metabolisme tubuh akan berkurang sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim akan terganggu. Beberapa akibat antara lain:
1.
Abortus
2.
Kematian intar uteri
3.
Persalinan prematuritas tinggi
4.
Berat badan lahir rendah
5.
Kelahiran dengan anemia
6.
Dapat terjadi cacat bawaan
7.
Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal
8.
Intelegensia rendah.
VII.Penatalaksanaan Anemia pada Kehamilan
Tujuan terapi adalah koreksi defisit massa hemoglobin dan akhirnya pemulihan
cadangan besi. Kedua tujuan ini dapat dicapai dengan senyawa besi sederhana
ferro sulfat, fumarat, atau glukonat per oral yang mengandung dosis harian
sekitar 200 mg besi elemental. Apabila wanita yang bersangkutan tidak dapat
atau tidak mau mengkonsumsi preparat besi oral, ia diberi terapi parental.
Untuk mengganti simpanan besi, terapi oral harus dilanjutkan selama 3 bulan
atau lebih setelah anemia teratasi. Transfusi sel darah merah atau darah
lengkap jarang diindikasi untuk mengobati anemia defisiensi besi kecuali
apabila juga
terdapat hipovolemia akibat perdarahan atau harus
dilakukan suatu tindakan bedah darurat pada wanita dengan anemia berat.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai
mengingat anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas,
BBLR dan angka kematian bayi.
Golongan obat aniemia,vitamin, dan mineral sangat diperlukan khusunya pada ibu yang sedang hamil,sanggat di anjurkan untuk ibu hamil yang memnyai resiko khusu nya anemi unt mengkonsumsi obat-obatan yang telah disediakan sesuai kebutuhan pada ibu hamil tersbut.
Golongan obat aniemia,vitamin, dan mineral sangat diperlukan khusunya pada ibu yang sedang hamil,sanggat di anjurkan untuk ibu hamil yang memnyai resiko khusu nya anemi unt mengkonsumsi obat-obatan yang telah disediakan sesuai kebutuhan pada ibu hamil tersbut.
2. Saran
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat
bagi teman- teman khusu nya teman-teman prodi D4-BIDAN PENDIDIK serta yang membacanya.
No comments:
Post a Comment